SELAMAT DATANG DIBLOG KAMALUDDINDONESIA SELAMAT DATANG DIBLOG KAMALUDDINDONESIA

janur kining

Mantan Presiden Soeharto Dituding Mengebiri ”Janur Kuning”

Yogyakarta, Sinar Harapan
Mantan presiden Soeharto dituding telah memanipulasi fakta sejarah, kali ini terkait dengan proses pembuatan film perjuangan Janur Kuning yang mengambil lokasi syuting di Yogyakarta.
Panjang film yang dibuat oleh produser Metro 77 dari Kepolisian pada tahun 1979-1980 itu semula berdurasi enam jam. Kemudian setelah proses editing oleh Perusahaan Film Negara, maka tinggal tersisa tiga jam dan telah Soeharto ikut campur tangan dalam proses itu.
Film itu masih diedit lagi oleh Badan Sensor Film sehingga tinggal berdurasi 105 menit dengan isi yang lebih menonjolkan peran Soeharto dalam kisah Serangan Oemoem 1 Maret 1949.
Menurut supervisor pembuatan film itu, Brigjen (Purn) Marsudi kepada wartawan di Hotel Garuda, Yogyakarta, Kamis (14/2), ada adegan penting berdurasi sekitar 30 menit yang sengaja dihilangkan oleh Soeharto.
Adegan itu adalah pertemuan Soeharto dengan (almarhum) Sultan Hamengku Buwono IX di rumah Prabuningrat, di kawasan Kraton Kilen.
”Dalam pertemuan itu Sultan HB IX memberikan perintah kepada Soeharto agar melakukan serangan ke Belanda yang menguasai kota Yogya kala itu. Pertemuan itu hanya empat mata dan terjadi pada 14 Februari 1949 pukul 24.00 sampai pukul 01.00 WIB 15 Februari 1949,” kata Marsudi.
Film Janur Kuning itu akhirnya memang dipasarkan pada tahun 1981 dan kemudian menjadi film wajib tonton bagi para pelajar SD sampai dengan SMA kala itu. Pencekokan film sejarah itu terus dilakukan hingga tahun 1998, sampai Soeharto dilengserkan dari kedudukannya oleh rakyat Indonesia. Dan tentu saja, yang ditonton para pelajar itu tidak terdapat adegan peran penting Sultan HB IX dalam memberi perintah kepada Soeharto.
Menurut Marsudi, HB IX mengikuti terus perkembangan berita luar negeri lewat Suara Amerika. Ketika Sultan mengetahui bahwa Belanda menyiarkan berita buruk bagi Republik Indonesia, maka ia berpikir untuk melakukan gerakan cepat berupa show of force.
”Sultan memberi perintah agar seluruh pasukan gerilya yang kala itu dipimpin oleh Soeharto masuk kota dan menyerang Belanda pada siang bolong. Dalam serangan itu akhirnya memang tidak menang, hanya ingin menunjukkan kepada mata internasional bahwa Republik Indonesia masih ada,” ujar kakek ini.
Marsudi sendiri pada masa perang gerilya di Yogya menjabat sebagai salah satu dari empat perwira staf di bawah komando Soeharto. Ia menjabat sebagai Perwira Staf Kepala Seksi I di bagian inteljen.

PENERJEMAH BAHASA

Sabtu, 09 Mei 2009

janur kining

Mantan Presiden Soeharto Dituding Mengebiri ”Janur Kuning”

Yogyakarta, Sinar Harapan
Mantan presiden Soeharto dituding telah memanipulasi fakta sejarah, kali ini terkait dengan proses pembuatan film perjuangan Janur Kuning yang mengambil lokasi syuting di Yogyakarta.
Panjang film yang dibuat oleh produser Metro 77 dari Kepolisian pada tahun 1979-1980 itu semula berdurasi enam jam. Kemudian setelah proses editing oleh Perusahaan Film Negara, maka tinggal tersisa tiga jam dan telah Soeharto ikut campur tangan dalam proses itu.
Film itu masih diedit lagi oleh Badan Sensor Film sehingga tinggal berdurasi 105 menit dengan isi yang lebih menonjolkan peran Soeharto dalam kisah Serangan Oemoem 1 Maret 1949.
Menurut supervisor pembuatan film itu, Brigjen (Purn) Marsudi kepada wartawan di Hotel Garuda, Yogyakarta, Kamis (14/2), ada adegan penting berdurasi sekitar 30 menit yang sengaja dihilangkan oleh Soeharto.
Adegan itu adalah pertemuan Soeharto dengan (almarhum) Sultan Hamengku Buwono IX di rumah Prabuningrat, di kawasan Kraton Kilen.
”Dalam pertemuan itu Sultan HB IX memberikan perintah kepada Soeharto agar melakukan serangan ke Belanda yang menguasai kota Yogya kala itu. Pertemuan itu hanya empat mata dan terjadi pada 14 Februari 1949 pukul 24.00 sampai pukul 01.00 WIB 15 Februari 1949,” kata Marsudi.
Film Janur Kuning itu akhirnya memang dipasarkan pada tahun 1981 dan kemudian menjadi film wajib tonton bagi para pelajar SD sampai dengan SMA kala itu. Pencekokan film sejarah itu terus dilakukan hingga tahun 1998, sampai Soeharto dilengserkan dari kedudukannya oleh rakyat Indonesia. Dan tentu saja, yang ditonton para pelajar itu tidak terdapat adegan peran penting Sultan HB IX dalam memberi perintah kepada Soeharto.
Menurut Marsudi, HB IX mengikuti terus perkembangan berita luar negeri lewat Suara Amerika. Ketika Sultan mengetahui bahwa Belanda menyiarkan berita buruk bagi Republik Indonesia, maka ia berpikir untuk melakukan gerakan cepat berupa show of force.
”Sultan memberi perintah agar seluruh pasukan gerilya yang kala itu dipimpin oleh Soeharto masuk kota dan menyerang Belanda pada siang bolong. Dalam serangan itu akhirnya memang tidak menang, hanya ingin menunjukkan kepada mata internasional bahwa Republik Indonesia masih ada,” ujar kakek ini.
Marsudi sendiri pada masa perang gerilya di Yogya menjabat sebagai salah satu dari empat perwira staf di bawah komando Soeharto. Ia menjabat sebagai Perwira Staf Kepala Seksi I di bagian inteljen.